COACHING Part 1
izin diskusi Pak Arry, Bu Henny dan rekan2,
Terkait Stigma coaching yg terjadi di lingkungan kami, selama pandemi ini lumayan challenging..
1. Coaching hanya cocok dengan generasi millenial
Sikap Antagonis : biarkan yg muda-muda yg turun atau saya mah usiannya sudah tak muda lagi.
- Ketika usia atasan usianya lebih muda, ia melihat bawahan yg lbh tua jadi sungkan
- Ketika bawahan usianya lebihh tua, ia merasa punya kendali
Qustion : hal apa yg perlu disadari atasan dan bawahan semacam ini, utk mendapatkan interaksi dinamis?
2. Tidak bermanfaat dan hanya buang-buang waktu.
Sikap Antagonis : padahal yg kami (tenaga operasionl) butuhkan saat ini adalah aksi nyata yg dicontohkan dng perbuatan.
tentunya proses scram setiap hari ini, cukup menyita wkt atas jobdesk yg segera kami tuntaskan.
- Qustion : metode yg tepat untuk meminimalisir wasting time dengan cara2 seperti ini?
3. Tidak ada topik yg dibahas/ mati gaya
Sikap Antagonis : atasan hanya keppo utk target unit telah diselesaikan oleh karyawan
- Obrolan zoom meeting terlalu basa-basi terkait kendala, namun tidak ada followup menyangkut keluhan karyawan
Question : Apakah tema-tema coach tiap divisi / unit harus beda-beda? yg disesuaikan kebutuhan taget misal unit finance tentang seluak-beluk keuangan, marketing about networking..?
4. Bertanya dan bertanya..
Sikap Antagonis :selama WFH setiap hari kami lakukan zoom kami melakukan absentsi kesehatan, progres kerja dan konfirmasi tanggung jawab.
- Kontrol atasan seperti ini, kami anggap seperti cctv - belum lagi zoom meeting dengan unit ekt lainnya, bahkan atasan lai yg butuh support tenaga operasional.
- kurang berdampaknya support verbal yg dilakukan hampir setiap hari tanpa perilaku real yg dicontohkan atasan.
Question : Strategi apa yg ideal diterapkan atasan untuk bisa mendengar dan didengar bawahan supaya menghasilkan feedback yg positif utk kemajuan usaha?
JAWABAN :
Halo Pak Sam, sy coba jawab secara bertahap ya karena pertanyaan Pak Sam lumayan banyak dan jawabannya sy coba secara komprehensif.
Untuk pertanyaan pertama, stigma itulah yang kami coba dobrak Pak bahwa tidak selalu coaching itu hanya berlaku bagi generasi muda.
Saran kami adalah gaya kepemimpinan atasan perlu menyesuaikan dengan kondisi bawahan. Salah satu caranya adalah menerapkan gaya kepemimpinan situasional, di mana gaya kepemimpinan tersebut melihat terlebih dahulu bawahan dari 2 perspektif: Kemauan dan Kemampuan.
Berdasar Kemauan dan Kemampuan tersebut, akan ada 4 gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan: Directing, Coaching, Supporting, dan Delegating.
Nah seringkali atasan luput melihat hal tersebut. Sebagai contoh, seharusnya atasan menggunakan gaya Directing, eh dia malah menggunakan gaya Delegating. Jikalau mismatch ini bisa diminimalisir, insyaAllah interaksi atasan-bawahan lebih dinamis, dan tentunya akan lebih produktif.
Untuk pertanyaan kedua, seringkali kita terjebak dalam meeting/koordinasi yang tidak efektif, yang bahkan berlanjut ke meeting/koordinasi berikutnya dan akhirnya buang2 waktu saja. Mungkin bisa dipertimbangkan untuk menerapkan metode meeting yang efektif, misal dengan menerapkan Six Thinking Hats, dll.
Selain itu, bisa coba dibaca buku Death by Meeting, buku yang sangat insightful dan memberi solusi nyata bagaimana mengelola meeting/koordinasi secara efektif dan efisien.
Untuk pertanyaan ketiga, benar sekali bahwa coaching dapat digunakan pada saat IPT (Individual Performance Tracking) yang umumnya dilakukan secara rutin setiap bulannya. Bahan coachingnya bersumber dari target bulanan yang harus dicapai oleh bawahan dan berfokus pada PICA (Problem Issues & Counter Action).
Namun sy setuju, ajang tersebut jangan cuma jadi ajang untuk memonitor dan mengevaluasi capaian kinerja bawahan namun seharusnya juga menjadi ajang diskusi mengenai hal2 yang dibutuhkan semisal kurangnya sumber daya, kurangnya motivasi, atau kurangnya pengetahuan/keterampilan. Itu sebabnya, PICA menjadi penting.
Untuk pertanyaan keempat, jawabannya mirip2 pertanyaan ketiga ya. Namun jangan lupa, kredibilitas atasan dipertaruhkan berdasar bisa/tidaknya dia membantu memenuhi hal2 yang dibutuhkan oleh bawahan: sumber daya, motivasi, maupun pengetahuan/keterampilan yang relevan.
luar biasa penjelasanya Pak Arry, noted banget atas pencerahanya. Ini sangat membantu problem adaptif yg terjadi baru2 ini di kami, yg biasanya kami interaksi langsung tatap muka, kini atas banyak khwatiran ternyata cukup membatasi gerak kami utk best effort. Semoga praktik ini bisa segera kami implementasikan, Pak.
Terimakasih Pak Arry
Komentar
Posting Komentar